Tuhan merupakan realitas keberadaan yang tak terbatas. Sang
Penguasa ruang dan waktu. Tuhan ternyata setelah kita bahas sebelumnya,
memperkenalkan diri-Nya kepada orang yang terpilih. Titah-titah Tuhan dan
keberadaannya, sifat-sifat-Nya, dan kehendak-Nya dijelaskan oleh seorang
manusia terpilih tersebut. Kumpulan keterangan tentang Tuhan dijelaskan dengan
sebutan agama (dalam bahasa Sangsakerta), ad-Din (dalam bahasa Arab, dan religi
dalam bahasa Eropa). Agama tersebut mengkompilasi peraturan hidup didasarkan titah-titah
Tuhan yang dianggap benar. Tetapi, ada juga agama hasil dari perenungan seorang
manusia yang melihat realitas sosial dan alam.
Nyatanya
agama itu beragam, membawa konsepsi ketuhanan yang beragam pula. Agama Hindu,
memperkenalkan konsep ketuhanan yang berwujud manusia dengan berbagai simbol
kekuatan dan ruang lingkup kekuasaan-Nya. Sedangkan agama Kristen
memperkenalkan wujud Tuhan adalah satu namun pribadi-Nya tiga. Islam sendiri
memperkenalkan bahwa Tuhan adalah satu. Tuhan yang Esa, yang menguasai alam
semesta.
Sejak zaman dahulu, manusia telah berpikir tentang keberadaan Tuhan yang
menguasai alam semesta. Hal ini karena manusia cenderung merasa lemah dan
menginginkan ada kekuatan yang besar yang menolong dirinya. Manusia akan
berusaha mematuhi segala titah Tuhan yang dipercayainya itu, agar ia tidak
mendapatkan bahla dan bencana. Ada juga titah-titah Tuhan yang merupakan dugaan
sehingga menjadi kepercayaan yang dianggap benar.
Patut disadari kepercayaan manusia tersebut menghasilkan tindakan yang
tersusun berdasarkan kepercayaan tersebut. Tindakan-tindakan tersebut karena
sering dilakukan menjadi sebuah tata nilai. Selanjutnya, prilaku manusia dan
tradisinya yang diturunkan secara turun-temurun itu membentuk sebuah kebudayaan
yang akan melandasi pradaban kelompok manusia tersebut.
Salah satu contoh adalah pradaban Mesir kuno. Mereka mempercayai arwah
dan kehidupan setelah mati. Sehingga,
prilaku yang mereka lakukan adalah berusaha mempersiapkan kehidupan
setelah mati. Mereka percaya bahwa
kehidupan setelah mati adalah babak baru kehidupan setelah kehidupan
dunia. Kadang, mayat diberi bekal yang cukup berupa harta, pakaian, dan
makanan. Bahkan, tubuh mereka melalui proses mumifikasi karena mereka percaya
bahwa setelah mati mereka hidup dengan jasad dan tubuh kasar.
Dikalangan masyarakat sebelum mengenal tulisan, mereka percaya bahwa
semua makhluk, termasuk benda mati memiliki nyawa. Sehingga memunculkan
kepercayaan animisme (kepercayaan pada kekuatan ghaib yang misterius),
dinamisme (benda-benda tertentu yang diyakini mempunyai kekuatan ghaib dan
berpengaruh terhadap kehidupan manusia), dan politeisme (kepercayaan kepada
dewa-dewa yang mempunyai kekuatan dan lingkup kekuasaan pada alam).
Kepercayaan pada masa primitif di atas, ternyata ada yang masih dianut
oleh masyarakat sehingga terlihat jelaslah kepercayaan melandasi prilaku
manusia. Animisme contohnya, seperti
kepercayaan terhadap arwah yang menguasai pantai selatan. Nyai Roro Kidul menjadi
kepercayaan masyarakat tatar Jawa.
Kepercayaan ini melahirkan tata nilai seperti jangan ada kata “meminta
ikan” di Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Jangan ada kata “uyah (garam)” ketika
membeli sesuatu pada malam hari. Kepercayaan ini berlanjut dengan tradisi
larung sesaji sebagai prayaan dan permohonan agar diberikan hasil laut yang
melimpah.
Agama-agama primitif memiliki kekhasan yang terkait dengan kekuatan
alam. Mereka menyembah dan memujanya dalam bentuk roh semesta, arwah leluhur,
dan dewa-dewi yang mengusasai tempat-tempat aktivitas mereka sehari-hari.
Sejarah pemujaan terhadap
kekuatan-kekuatan supranatural tersebut lantas menuju sebuah pengakuan
keberadaan tuhan sebagai kekuatan
terbesar yang menguasai semuanya.
Kepercayaan yang tidak benar akan berefek pada kekeliruan pada tindakan.
Contohnya adalah suku Aztek. Suku Aztek memiliki kepercayaan pada politeistik.
Ratusan dewa-dewi yang mereka puja dipersepsi sebagai kekuatan roh yang
melakukan inkarnasi. Masing-masing memiliki atribut dengan penampilan pakaian
yang khas.
Mereka membuat patung-patung batu dan tanah liat yang diberi pakaian
dewa-dewi, lantas disembah sebagai inkarnasi dari para roh yang dipesepsi
memiliki kekuatan tertentu. Para dewa dengan berbagai atributnya itu mereka
abadikan dalam naskah ritual kuno, yang saling terkait sulit untuk dipisahkan
peranannya.
Inti dari Aztek adalah korban manusia. Hampir setiap bulan selalu ada
upacara pengorbanan manusia untuk para dewa-dewi, mulai dari korban anak-anak,
pemuda, gadis remaja, sampai depada para tawanan perang dari musuh-musuh
mereka.
Comments
Post a Comment